Wednesday, 9 December 2015

Sedang saya menyuntuki seabrek kain bekas cuci yang harus segera disulap kembali menjadi rapi, terdengar olehku celoteh anakku dengan ibunya di sela-sela keasyikannya nonton televisi:
“Mama.., Mama… Kenapa sih Mama nggak nikah lagi sama cowok ganteng?”
Sesaat kemudian terdengar mamanya menjawab demikian:
“Nak, Mama gak boleh nikah lagi. Nikah itu cuma sekali seumur hidup.”
Kemudian anakku bicara lagi:
“Tapi Ma, kalo Mama nikah lagi sama cowok yang ganteng, pasti Atha bakal tambah cantik…!”
Lagi-lagi istriku menanggapinya demikian:
“Nak, kalo Mama nikah sama cowok ganteng, gak bakalan saat ini Mama main sama atha.”
“Emang, kenapa Ma?” tanya anakku lagi.
“Ya iya, Atha itu ada kan karena Mama nikah sama ayah jelek.”
“Apes deh jadi anak ayah…!” Jawab anakku dengan suara yang sedikit melemah namun tetap saya bisa mendengarnya.
Aku yang dari semula memilih menjadi pendengar pun ikutan menimpal pembicaraan:
“Nak, apalagi kalo ayah yang nikah lagi sama cewek cakep, pasti Atha jadinya cantik buanget ya..!”
“Gak boleh…!” teriak anakku seketika itu juga.
Kutinggalkan sebentar setumpuk kain yang masih tersisa. Kuhampiri anakku, kupeluk dia erat-erat.
“Ma, rasanya seperti terbangun dari mimpi. Gak terasa ya, kini anak kita dah mulai besar…!”
Istriku pun hanya tersenyum. Sore itu kami larut dalam suasana penuh kegenbiraan. Rasanya dunia menjadi milik kami bertiga.
*Hanya sepenggal kisah bagaimana kami menyikapi pertanyaan-pertanyaan spontan dari anakku seiring dengan bertambahnya umur.

0 komentar:

Post a Comment