“Mama.., Mama… Kenapa sih Mama nggak
nikah lagi sama cowok ganteng?”
Sesaat kemudian terdengar mamanya
menjawab demikian:
“Nak, Mama gak boleh nikah lagi.
Nikah itu cuma sekali seumur hidup.”
Kemudian anakku bicara lagi:
“Tapi Ma, kalo Mama nikah lagi sama
cowok yang ganteng, pasti Atha bakal tambah cantik…!”
Lagi-lagi istriku menanggapinya
demikian:
“Nak, kalo Mama nikah sama cowok
ganteng, gak bakalan saat ini Mama main sama atha.”
“Emang, kenapa Ma?” tanya anakku
lagi.
“Ya iya, Atha itu ada kan karena
Mama nikah sama ayah jelek.”
“Apes deh jadi anak ayah…!” Jawab
anakku dengan suara yang sedikit melemah namun tetap saya bisa mendengarnya.
Aku yang dari semula memilih menjadi
pendengar pun ikutan menimpal pembicaraan:
“Nak, apalagi kalo ayah yang nikah
lagi sama cewek cakep, pasti Atha jadinya cantik buanget ya..!”
“Gak boleh…!” teriak anakku seketika
itu juga.
Kutinggalkan sebentar setumpuk kain
yang masih tersisa. Kuhampiri anakku, kupeluk dia erat-erat.
“Ma, rasanya seperti terbangun dari
mimpi. Gak terasa ya, kini anak kita dah mulai besar…!”
Istriku pun hanya tersenyum. Sore
itu kami larut dalam suasana penuh kegenbiraan. Rasanya dunia menjadi milik
kami bertiga.
*Hanya sepenggal kisah bagaimana
kami menyikapi pertanyaan-pertanyaan spontan dari anakku seiring dengan
bertambahnya umur.
0 komentar:
Post a Comment