Sunday, 20 December 2015

Hari pertama sampai hari keempat sekolah di antar mamanya. Di hari pertama, ditemani di dalam kelas sampai pulang. Hari kedua, ditunggui di luar kelas sampai pulang juga. Hari ketiga, diantar sampai di depan kelas. Begitu masuk kelas ditinggal pergi kerja. Hari keempat diantar mamanya juga. Hanya sampai gerbang sekolah. Dijemput guru dibawa ke kelas. Empat hari pertama sekolah bisa dibilang aman. Tak ada gelagat mencurigakan. Anakku menikmati sekolahnya.

Hari kelima anakku sekolah. Masih diantar mamanya. Kemudian ditinggal kerja. Dipikirnya anak sudah terbiasa. Nyatanya sesuatu terjadi. Di tempat yang jaraknya jauh dari sekolah. Di tempat biasa orang-orang mengurus surat izin mengemudi. Tiba-tiba saja Hp-ku berbunyi. Ibu guru sekolah anakku meneleponku. Ibu guru memberi tahuku, anakku nangis dan muntah-muntah. Badannya dingin sekali. Mungkin masuk angin. Bu guru minta kumenjemputnya pulang. Tak mungkin kumenjemputnya sendiri. Kutelepon pengasuhnya, kusuruh dia menjemputnya. Hari keenam dan ketujuh, anakku istirahat di rumah. Kesehatannya sedang terganggu rupanya.

Hari pertama minggu kedua sekolah. Anakku minta masuk sekolah. Dia mandi dan pakai seragam sendiri. Baru keluar rumah dia bilang malas dan sakit perut. Mamanya tetap mengantar ke sekolah. Di ruang kelas tidak mau ditinggal. Dia minta ditunggui. Diam-diam ditinggal pergi. Pakai acara dibohongi oleh mama dan bu gurunya. Tahu dibohongi, anakku ngambeg. Nangis dan minta pulang. Pengasuhnya pun menjemputnya pulang. Sore hari, saat aku menjemputnya. Anakku bilang, dia kesel sama mama dan bu gurunya. Kesel karena dibohongi, katanya.

Hari kedua minggu kedua. Pagi-pagi anakku mandi sendiri. Pakai baju sendiri. Disuruhnya mamanya menelepon bu guru. Untuk menanyakan seragam apa yang dipakainya. Selesai berpakaian, dia mogok. Tidak mau berangkat sekolah. Katanya malas dan sakit perut lagi. Diantar saja ke rumah pengasuhnya. Oleh pengasuhnya dibujuk-bujuk sekolah. Dia mau diantar sekolah. Sampai di depan pintu pagar sekolah, anakku minta pulang. Tiba-tiba badannya dingin dan muntah-muntah. Dipikirnya masuk angin, pengasuhnya membawanya pulang. Nyatanya di rumah anakku segar bugar. Bisa ketawa-tawa dan bermain-main lagi.

Aku dibuatnya pusing oleh sikapnya. Mengapa dia tak mau sekolah? Aku tak tahu sebabnya. Bila ditanya kenapa? Jawabnya selalu saja, tidak ada apa-apa. Aku kehabisan akal. Aku tak dapat membujukknya. Tak ada cara lain yang dapat kulakukan. Kecuali mencoba menghubungi bu gurunya. Lewat telepon kusampaikan permasalahan itu. Aku minta bu guru membujuk anakku. Siapa tahu anakku mau nurut dengan ibu gurunya. Bu guru pun bersedia membantu. Entah gimana caranya, bu guru pasti punya caranya tersendiri.

Benar saja. Hari ketiga minggu kedua sekolah. Pagi-pagi benar ketika anakku baru bangun tidur. Ibu guru menelepon. Bu guru bicara langsung dengan anakku. Entah bu guru bilang apa? Aku tak tahu. Tiba-tiba saja anakku minta mandi kemudian berpakaian sendiri. Minta diantar sekolah oleh pengasuhnya. Pagi itu anakku diantar pengasuhnya dan mamanya. Sampai di depan gerbang sekolah. Bu guru menjemputnya. Menggandeng tangan anakku dan menuntunnya masuk kelas. Anakku nurut saja dibawa bu guru. Pengasuh dan mamanya seperti tak dihiraukan lagi. Mamanya pun pergi kerja. Hanya pengasuhnya tetap mengawasi dari luar kelas.
Di dalam kelas hari itu, anakku didampingi Bu guru untuk beberapa saat. Pelan-pelan dilepas dan disuruhnya bergabung dengan teman-temannya. Terdorong oleh rasa penasaran. Aku cari tahu kabar anakku dari Bu guru. Kutelepon bu guru. Bu guru bilang aman. Anakku sudah mau bergabung dengan teman-temannya. Bermain-main dan bernyanyi bersama. Bahkan hari itu anakku tidak lagi nangis dan nyari-nyari mamanya lagi. Hari itu anakku bertahan sampai pulang sekolah.

Saat sore hari aku menjemputnya. Pengasuhnya bilang, kata bu guru anakku termasuk pintar. Baru sekali dikenalkan dengan pensil dan buku tulis, anakku sudah bisa menulis namanya sendiri. Bisa juga menggambar dan mewarnai dengan rapi. Ini terlihat menonjol jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Di perjalanan ke rumah, anakku bercerita dengan senangnya. Tentang apa yang baru saja dia kerjakan di sekolah pagi tadi. Sesampai di rumah, kupeluk anakku. Kucium beberapa kali. Dalam hati kuberharap. Semoga besok sekolahmu makin enjoy lagi Nak...!

***

0 komentar:

Post a Comment