Gambar 2
Kembali Tim Futsal Tarki 2 menimang piala juara 3 dari ajang SMA Tarki 2 Cup tahun 2015. ini adalah prestasi kedua Tim Futsal Tarki 2 setelah sebelumnya pada bulan Oktober kemarin juga memperoleh juara ke-3 di ajang Tarlim Cup 2015.
Gambar 3
Tinggal selangkah lagi. Bisa jadi beginilah kata-kata yang tak sempat terucap namun melekat kuat di benak anak-anak Tim Futsaal Putri SMP kita. Setelah hampir satu pekan berlaga tanding di ajang P 6 CUP Penabur musim CUP tahun ini, Tim Putri Tarki memastikan diri melangkah di putaran final.
Gambar 4
Mendengar istrumen gamelan jawa barangkali bayangan yang muncul di benak Anda adalah suara musik yang ditimbulkan dari seperangkat alat musik gamelan yang berjumlah besar dan dimainkan atau ditabuh oleh banyak orang. Dalam menabuh gamelan tersebut, sebagian penabuh dalam posisi duduk bersila dengan mengenakan pakaian tradisional dan dilengkapi berbagai asesoris. Begitulah visualisasi sebenarnya terkait dengan instrumen gamelan Jawa.
Monday, 2 May 2016
Sunday, 13 December 2015
Masih tetap merujuk pada saran teman saya tersebut, saya disadarkan, bahwa untuk menulis sesungguhnya ketrampilan atau keahlian berbahasa bukanlah hal pertama yang mutlak harus kita punyai. Lebih penting dari itu adalah adanya niatan yang kuat dari dalam diri kita sendiri. Saya yakin niatan yang kuat itu pada akhirnya akan memacu kita untuk berfikir inovatif yang berarti selalu berusaha untuk menggali hal-hal baru sebagai sumber ide penulisan. Sekaligus berfikir kreatif yang berarti selalu berfikir untuk mengolah dan mengembangkan hal-hal baru yang kita temukan itu sehingga menjadi sebuah tulisan yang menarik.
Berpijak dari keyakinan inilah saya mencoba menulis. Tentu saja, membekali diri dengan pengetahuan dan pendapat orang lain yang lebih tahu persis tentang teori-teori menulis, yang bisa didapat dari beragam sumber adalah sesuatu yang tidak dapat saya tinggalkan.
Saturday, 12 December 2015
Friday, 27 November 2015
Inilah suasana yang terlihat di hari-hari terakhir menjelang akreditasi sekolah. Akreditasi sekolah, sebuah moment yang teramat penting mungkin sehingga perlu menyita waktu sedemikian rupa. Atau apakah akreditasi identik dengan nafas dan detak jantung sebuah sekolah? Artinya, akreditasi bisa diartikan sebagai suatu saat yang menentukan kelangsungan hidup penyelenggaraan suatu satuan pendidikan. Bisa tidaknya sekolah menyelenggarakan pendidikan tergantungkah pada akreditasi?
Bila demikian, dapat dibayangkan bagaimana kesuntukan dan kesibukan yang seperti ini akan selalu terulang dalam kurun waktu lima tahunan. Mengapa tidak? Sebab mengacu pada peraturan pemerintah yang ada, bahwa akreditasi memang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Terbayang di depan mata, bagaimana kesuntukan itu akan selalu menghantui setiap insan penyelenggara dalam bidang pendidikan.
Melihat situasi seperti pagi ini, rasanya ada sesuatu yang menarik untuk dicerna lebih lanjut. Paling tidak sesuatu yang sangat menggelitik sekali menurut pemikiran pribadi saya. Kemudian sebuah pertanyaan menarik yang mungkin sangat mudah untuk dipertanyakan pastilah demikian: Mengapa kondisi seperti ini harus terjadi? Lalu sebagai pertanyaan lanjutan pasti demikian: Apakah benar memang tidak ada cara lain untuk persiapan akreditasi selain dengan cara yang seperti ini?
Situasi menggelitik dalam persiapan akreditasi yang saya maksud di sini adalah kesan kesibukan yang luar biasa sekaligus cenderung semrawut. Kesibukan dan kesemrawutan itu terlihat jelas pada wajah-wajah pelaku persiapan akreditasi. Kesan kerja keras jelas sekali mereka lakukan seperti kejar target. Mengumpulkan berbagai berkas dan kelengkapan akreditasi yang harus dipenuhi yang jumlahnya sungguh luar biasa dan harus terkumpul dalam waktu yang sangat terbatas. Memang, pada akhirnya target yang ditetapkan pun tercapai dengan kerja keras semua pihak. Tapi, apakah hasil yang dicapai tersebut telah benar-benar maksimal? Setidaknya, apakah hasil tersebut telah merupakan hasil yang benar-benar sesuai dengan yang diharapkan? Jawabnya, pasti tidak! Itu artinya masih ada hasil yang lebih baik lagi yang masih bisa dicapai dengan prinsip kerja yang mungkin lebih baik ketimbang dengan hanya kerja keras itu.
Prinsip kerja yang saya maksud di sini adalah prinsip kerja cerdas. Prinsip kerja yang demikian terkesan tidak menguras banyak energi fisik dan juga pikiran, sebab prinsip kerja cerdas mencoba menyelaraskan antara kemampuan fisik dengan kemampuan berfikir. Menghadapi suatu pekerjaan yang besar sekalipun pekerja yang bisa bekerja dengan cerdas senantiasa berfikir untuk bagaimana bisa menyelesaikan pekerjaan tersebut tanpa harus menguras tenaga ataupun waktu dengan percuma. Sementara hasil kerjanya pun jauh lebih baik ketimbang si pekerja cerdas. Sekedar sebagai pembanding, berikut saya berikan ilustrasi mengenai mereka yang bekerja keras dengan mereka yang bekerja cerdas.
Budi, sebut saja begitu. Seorang guru muda yang sudah hampir 10 tahun mengabdikan dirinya di sekolah ini. Bila sedang tidak mengajar, aktivitasnya tak pernah lepas dari sebuah laptop yang selalu menyala di meja kerjanya. Pak Budi hampir tak pernah menggunakan waktu istirahatnya ataupun jam-jam kosongnya untuk benar-benar beristirahat. Apalagi duduk-duduk santai di luar ruangan guru. Setiap kali, yang saya lihat Pak Budi sepertinya ada-ada saja yang selalu harus dikerjakan. Setidak-tidaknya, itulah kesan yang selalu tampak pada dirinya. Pak Budi selalu sibuk dengan laptopnya di sela-sela jam mengajarnya. Sebuah kerja yang bernilai produktif tinggi tampaknya. Benarkah begitu?
Di sisi yang lain, di luar ruang guru, terlihat Pak Karyo sedang duduk-duduk santai di sebuah meja tua di sudut halaman parkir sekolah. Pak Karyo memang suka seperti itu. Setiap kali ada waktu istirahat, atau sedang jam sedang kosong tidak mengajar, selalu saja digunakannya untuk duduk-duduk santai sambil ngobrol ngalor ngidul dengan teman-teman yang lain. Sekalipun belum pernah terlihat Pak Karyo berlama-lama duduk di ruang guru, kemudian mengerjakan bermacam tugas terkait profesinya sebagai pendidik. Apakah dengan begitu Pak Karto bisa dibilang kurang produktif dalam bekerja?
Jelas dua karakter bekerja yang berbeda bukan? Bila melihat dengan mata telanjang saja, mungkin Anda akan mengatakan bahwa Pak Budi lebih bekerja dengan baik jika dibandingkan dengan Pak Karyo. Benarkah demikian? Jawabnya tentu saja belum tentu. Mengapa? Lihat saja kenyataan yang ada. Ketika di saat terakhir dead line suatu pekerjaan harus selesai. Pak Karyo selalu saja menggumpulkan apa yang harus dikumpulkannya lebih awal dari pada Pak Budi. Padahal selama ini Pak Budilah yang justru terkesan bekerja dan bekerja terus. Sementara Pak Karyo sama sekali tidak terkesan mengerjakan sesuatu.
Pertanyaan yang mungkin perlu kita camkan barang kali saja: Mengapa bisa sampai terjadi kondisi yang demikian? Apa yang terjadi dengan Pak Budi? Apa pula yang terjadi dalam diri Pak Karyo?
Tuesday, 9 December 2014
Sumpah Pemuda merupakan tonggak awal lahirnya bangsa Indonesia dan merupakan alat pemersatu bangsa ini. Para pemuda saat itu berjuang mempertaruhkan jiwa raganya demi mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia yang tertindas oleh penjajahan selama ratusan tahun. Para pemuda kemudian menyatukan diri mereka dalam tumpah darah yang satu, bangsa yang satu, dan bahasa yang satu, yakni Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928. Sejak saat itulah tanggal 28 Oktober selalu diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda sampai sekarang.
Sumpah Pemuda seharusnya mengingatkan kita pada salah satu peristiwa sejarah yang penting bagi bangsa Indonesia. Namun pada kenyataannya, seiring dengan berjalannya waktu, makna Sumpah Pemuda bagi generasi muda khususnya bagi pelajar masa kini terasa mulai memudar. Rasa kebangsaan atau nasionalisme pada sebagian besar pelajar sudah mulai memudar bahkan menghilang dari dalam diri pelajar Indonesia.
Salah satu penyebabnya adalah perkembangan zaman yang tidak hanya memberikan dampak positif, namun juga memberikan dampak negative, seperti pengaruh globalisasi yang menyebar luas di kaangan remaja. Pengaruh globalisasi itu dapat dilihat pada perubahan pola pikir, teknologi, gaya berpakaian, dan pola perilaku pelajar yang cenderung mengikuti gaya hidup negara asing, khususnya negara-negara barat. Jika hal itu berlangsung terus-menerus, cepat atau lambat kepribadian pelajar bangsa ini akan terkontaminasi oleh kebudayaan asing yang tentunya akan membuat generasi muda pelajar Indonesia melupakan jati dirinya sebagai warga Indonesia. Pengaruh globalisasi yang demikian jelas membawa dampak negative bagi perkembangan generasi muda pelajar bangsa ini yang seharusnya menjadi penerus perjuangan para pemuda Nusantara menuju kemerdekaan Indonesia yang sesungguhnya.
Berbagai macam pola perilaku generasi muda pelajar bangsa ini, seperti; tawuran antar pelajar yang terjadi di mana-mana, penyalahgunaan narkoba, seks bebas, bahkan korupsi oleh pejabat-pejabat negara yang semakin meraja lela. Tentu semua perilaku tersebut tidak lagi mencerminkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan yang dijunjung tinggi oleh para pemuda Indonesia pada 86 tahun yang lalu.
Apabila ditinjau lebih lanjut, hanya sebagian kecil pelajar masa kini yang mengetahui dengan jelas asal-usul dari peristiwa Sumpah Pemuda. Bahkan isi dari Sumpah Pemuda pun tidak banyak yang mengetahuinya. Para generasi muda pelajar Indonesia menganggap bahwa Sumpah Pemuda tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga mereka dengan mudahnya memaknai Sumpah Pemuda hanya sebatas masa lalu para pejuang. Hal ini tentu menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Padahal, masa depan Indonesia ada di tangan mereka. Mereka yang akan menentukan masa depan Indonesia di masa mendatang.
Pada hari peringatan Sumpah Pemuda yang ke-86 beberapa hari ke depan, kita sebagai generasi muda bangsa ini diharapkan mampu meningkatkan rasa nasionalisme dan partisipasi kita dalam mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pemuda 86 tahun yang lalu. Tidak hanya sebatas mengenang peristiwa Sumpah Pemuda ataupun memahami makna Sumpah Pemuda, kita pun harus mengembangkan nilai-nilai Sumpah Pemuda dalam kehidupan kita, terutama bagi perkembangan bangsa Indonesia. Kita juga diharapkan mampu membawa bangsa Indonesia menuju masa depan yang baik.
Berdisiplin, bertanggung jawab, rajin dan memelihara semangat juang dalam belajar merupakan hal yang harus senantiasa kita tanamkan dalam diri kita sebagai pelajar. Dengan demikian, di kelak kemudian hari kita dapat menjadi generasi penerus yang handal di negeri ini. Semoga….!