Lembar komunikasi
pelajaran Bahasa Indonesia
SMA Stella Duce 1
Yogyakarta, Jl. Sabirin 1-3 Yogyakarta
disusun oleh Agustinus
Suyoto, S.Pd
I. KONSEP DASAR
Untuk mengetahui batasan mengenai puisi baru, ada
baiknya kita membandingkannya dengan puisi lama. Jika puisi lama sungguh sangat
terikat dengan aturan baku mengenai jumlah suku kata tiap baris, aturan baku
tentang persajakan, tentang bentuk, dan tentang isi, puisi barus sebaliknya,
keterikatan terhadap bentuk, jumlah suku kata tiap baris, persajakan mulai
longgar atau menemukan format baru. Namun sebagaimana puisi, puisi baru masih
terikat pada pembaitan, persajakan, dan irama.
Pada dasarnya banyak orang sepakat bahwa puisi
(baru) dibangun dari sejumlah unsur pembangun. Ada yang mengatakan bahwa puisi
(baru) dibangun dari delapan unsur pembangun yaitu (1) bunyi, (2) diksi, (3)
bahasa kiasan, (4) citraan, (5) sarana retorika, (6) bentuk visual, (7)judul,
dan (8) makna.
Ada pula yang mengatakan bahwa puisi dibangun
dari dua struktur yaitu struktur batin dan struktur lahir. Yang dimaksud
struktur batin puisi adalah unsur pembangun puisi yang tidak kelihatan tetapi
dapat dirasakan, sedangkan yang dimaksud
struktur lahir adalah unsur pembangun puisi yang jelas-jelas dapat dilihat
secara eksplisit dalam puisi tersebut. Struktur batin puisi sering disamakan
dengan unsur ekstrinsik puisi, sedangkan struktur lahir puisi sering disamakan
dengan unsur intrinsik puisi.
Hampir sama dengan struktur batin dan struktur
lahir, ada ahli yang mengatakan bahwa puisi dibangun dari hakikat puisi dan
metode puisi. Yang dimaksud hakikat puisi adalah struktur batin, yang terdiri
dari empat unsur, yaitu (1) Sense (tema, arti). Sense atau tema adalah pokok
persoalan (subyek matter) yang
dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh
pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus
menebak atau mencari-cari, menafsirkan). (2) Feling (rasa).Feeling adalah sikap
penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Setiap
penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi suatu persoalan. (3)
Tone (nada).Yang dimaksud tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau
penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah
hati, angkuh, persuatif, sugestif. (4) Intention (tujuan).Intention adalah
tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan
tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan dalam karyanya.
Tujuan atau amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup,
dan keyakinan yang dianut penyair.
Metode puisi terdiri
dari lima unsur yaitu (1) Diction (diksi). Diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang
biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin. Penyair mencoba
menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif maupun konotatif
sehingga kata-kata yanag dipakainya benar-benar mendukung maksud puisinya. (2)
Imageri (imaji, daya bayang). Yang dimaksud imageri adalah kemampuan kata-kata
yang dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu
merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap
kemampuan imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya dalam membuat puisi.
(3). The concrete word (kata-kata kongkret). Yang dimaksud the concrete word adalah kata-kata yang
jika dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang
berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Slametmulyana
menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu kata-kata yang telah dipergunakan oleh
penyair, yang artinya tidak sama dengan kamus. (4). Figurative language (gaya
bahasa). Adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan
menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan,
pelambangan dan sebagainya. (5) Rhythm dan rima (irama dan
sajak). Irama ialah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembutnya
ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Rima adalah persamaam bunyi
dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang mampu
menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula
bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam ini disebut cacophony.
II. JENIS-JENIS
PUISI BARU
Ada beberapa dasar dalam penggolongan puisi baru.
Berdasarkan jumlah baris tiap bait, puisi baru dibagi sebagai berikut
:
1. Distichon (distikon). Distikon adalah puisi baru yang masing-masing
bait terdiri dari dua baris, persajakannya biasanya aa atau ab.
2. Terzina (tersina). Terzina adalah puisi baru yang masing-masing
bait terdiri dari tiga baris, persajakannya biasanya adalah aaa, aba, abb, atau
abc.
3. Quatrain (Kuatrin). Kuatrin adalah puisi baru yang masing-masing
bait terdiri dari empat baris, persajakannya biasanya abab, abba, aabb, abcd.
4. Quin (Kuin). Kuin adalah puisi baru yang masing-masing bait terdiri
dari lima baris, variasi persajakannya adalah aabbc, aaabb, ababa, abbba.
5. Sexted (Double terzina). Sexted adalah puisi baru yang
masing-masing bait terdiri dari enam baris.
6. Septime. Septime adalah puisi baru yang masing-masing bait terdiri
dari tujuh baris.
7. Stansa/Oktaaf. Stansa atau oktaaf adalah puisi baru yang
masing-masing bait terdiri dari delapan baris.
8. Soneta. Soneta dalah puisi baru (hasil pengaruh sastra Italia) yang
terdiri dari 14 baris, yang terbagi menjadi empat atau lima bait. Pembagiannya
bisa 2 kuatrin, 2 terzina atau 2 kuatrin 3 distikon, dst.
9. Puisi bebas. Puisi bebas adalah puisi baru yang jumlah baris tiap
baitnya tidak beraturan atau tidak sama antara bait satu dengan bait lainnya.
Berdasarkan
isinya, puisi baru dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu
1. Puisi
liris, yaitu puisi yang bersifat cetusan hati atau ungkapan perasaan
Ada beberapa jenis puisi liris, yaitu
- Aubade, yaitu puisi (nyanyian) percintaan yang biasa dinyanyikan
pada waktu pagi.
- Ode, yaitu puisi pujian terhadap seseorang atau suatu hal atau
keadaan.
- Serenade, yaitu puisi (nyanyian) percintaan yang biasa
dinyanyikan pada waktu senja.
2. Puisi naratif,
yaitu puisi yang bersifat menjelaskan atau menceritakan sesuatu
Ada beberapa jenis puisi naratif, yaitu
- Epic, yaitu puisi yang bersifat menceritakan atau menjelaskan
- Romance, yaitu puisi mengenai percintaan yang romantic dan penuh
luapan perasaan
- Balada, puisi tentang kepahlawanan seseorang
3. Puisi
dramatic, yaitu puisi yang bersifat percakapan atau dialog.
Ada beberapa jenis puisi dramatic, yaitu
- Tragedi, yaitu puisi romatik yang menyedihkan.
- Komedi, yaitu puisi dramatic yang menggelikan
- Tragikomedi, yaitu puisi dramatic campuran antara kesedihan,
kegembiraan, dan kehancuran.
III. SHARING PENGALAMAN PENCIPTAAN PUISI BARU
Ada sejumlah orang yang mengatakan bahwa seorang
penyair itu dilahirkan. Artinya, kemampuan menciptakan puisi merupakan 100%
bakat alam, talenta sejak lahir. Pendapat itu mungkin ada benarnya, tetapi
hanya berlaku untuk sebagian sangat kecil pencipta puisi, sebagian besar
lainnya adalah hasil olah diri dan latihan terus-menerus. Berdasarkan keyakinan
bahwa kemampuan menulis puisi dapat dipelajari atau diasah dalam proses
pembelajaran, kita akan bersama-sama mencoba menemukan simpul-simpul penentu
kualitas puisi.
Yang pertama-tama perlu kita cermati adalah dalam
menciptakan sebuah puisi (berkualitas) ada beberapa kecenderungan sebagai
berikut
1.
Puisi yang berkualitas pada dasarnya adalah puisi yang mengungkapkan
sesuatu secara tidak langsung atau samar-samar. Pembaca diberi kesempatan untuk
menafsirkan sendiri maksud/isi puisi tersebut.
2.
Puisi yang berkualitas biasanya menggunakan kata-kata yang padat,
tepat, dan bermakna. Jumlah kata yang dipakai dalam puisi lebih sedikit bila
dibandingkan dengan maksud pengarang. Kata-kata yang dipakai terkesan sebagai
“kata pilihan” bukan asal-asalan.
3.
Puisi yang berkualitas biasanya bermakna ganda. Secara sengaja penyair
membuat “jebakan” atau peluang agar puisinya bisa dimaknai lebih dari satu
makna.
4.
Puisi berkualitas biasanya memuat sejumlah gaya bahasa. Yang umum
dipakai adalah metaphor-metafor atau perbandingan-perbandingan tak langsung.
5.
Tiprografi atau bentuk persajakan dan pembaitan dalam puisi
berkualitas biasanya tidak monoton.
Berdasarkan pandangan tersebut, berikut ini akan dipaparkan sejumlah
teknik untuk penciptaan hal-hal tersebut.
Menciptakan makna taklangsung
Contoh :
MATA YANG HILANG
Seharian kucari mataku,
di rak tempat biasa
kuistirahatkan mataku,
tak ada di sana,
lalu di mana
mungkin tertinggal di
warung Bi Ijah,
tempat biasa aku makan
siang,
tak ada juga di sana,
atau mungkin tertinggal
di kost pacarku?
nggak mungkin, untuk yang
satu ini
aku selalu rapi
hampir semua sudah
kutanya,
jawabnya sama saja—tidak
tahu—
iseng-iseng kubuka buku
antropologiku
ah, ternyata mataku
terselip di halaman
seribu sembilan ratus
enam puluh enam
9 Maret 2003
HARI GURU
Ketika dalam upacara bendera
anak-anak menyanyikan
lagu
Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
tiba-tiba perutku mulas
ingin ke kamar kecil
Menciptakan persajakan kreatif
Contoh :
SEPATU DALAM OTAK ANAK-ANAKKU
sepatu itu selalu ada di
kaki,
kata anak-anakku,
dan dibuang ketika usang,
ganti yang baru.
Suatu kali sepatu-sepatu
itu
berbaris di
pembuluh-pembuluh darah
kepala anak-anakku
seperti derap langkah
pasukan
menuju medan perang
dengan senjata lengkap
Sebuah sepatu yang
jantungnya robek berteriak
“Mana guru yang mengajarkan
kebebasan berpikir
itu?”
Sepatu lain yang alasanya
dimakan rayap
membentak
“ Mana guru yang mengajarkan
kreativitas itu?”
Sepatu kecil tetapi
mulutnya lebar,
tak mau ketinggalan,
“Mana guru yang mengajarkan
puisi dan sastra itu?”
Sepasang sepatu yang
sedang bercumbu
di pojok pembuluh darah
otak kecil berbisik
“Itu, dia sedang bercumbu dengan sepatunya!”
Menciptakan metafor-metafor segar
Contoh :
KUTITIP KEPEDIHANKU PADA ANGIN
Kawanku, anak-anak bajang
yang sedang sibuk menggiring angin
Aku titip catatan
kepedihanku
Untuk kausampaikan pada
Romo Sindhu, orangtua imajinatifmu
Catatan kepedihan yang
kutangkap dari layang-layang
Di atas water
castle sebelah rumahku
Pada layang-layang
pertama
Anak didikku si Anna (yang Katolik itu),
Barusan dikeluarkan dari
sekolah lantaran kena narkoba,
Lalu, ketika ibunya
dikabari (ibunya Katolik juga),
Anakku itu justru dilempar ke rumah neneknya, di belantara Sumatra
Kawanku, anak-anak bajang
yang sedang sibuk menggiring angin
Tolong katakan padaku
besok pagi ketika kita bertemu lagi
Aku harus bagaimana?
Pada layang-layang kedua,
Sebenarnya aku enggan
bercerita,
Malam-malam aku ketemu tetanggaku sekampung
Maria Magdalena namanya (Katolik juga),
Sedang pake rok ketat,
dandan norak, di ALKID
Iseng-iseng cari mangsa
bapak-bapak berdasi (jangan-jangan juga
yang Katolik),
Kawanku, anak-anak bajang
yang sedang sibuk menggiring angin
Tolong katakan padaku
besok pagi ketika kita bertemu lagi
Aku harus bagaimana?
Pada layang-layang ketiga,
Aku rasanya jadi setengah
gila,
Banyak sekali catatannya,
mulai dari orang-orang Ambon (yang
Katolik juga),
Yang bercerita berapa
mayat telah dia kuburkan,
Mulai dari orang-orang
Sampit (yang Katolik juga)
Yang bercerita berapa
bayi telah kehilangan kepala,
Para pengacara (yang Katolik juga),
Yang dengan gagah membela
orang-orang kalap.
Matius, Markus, Stepanus,
Christoporus, dan nama-nama katolik lainnya,
Yang terlibat peredaran
narkotika.
Kawanku, anak-anak bajang
yang sedang sibuk menggiring angin
Tolong katakan padaku
besok pagi ketika kita bertemu
Aku harus bagaimana?
Ini titipanku yang
terakhir,
Sekaligus pertanyaanku
untuk bapak imajinatifmu,
Sebenarnya angin ini mau
kalian giring ke mana,
Aku mulai khawatir,
bocah-bocah bajang, jangan-jangan angin ini menjadi badai
Dan menghancurkan rumahku
Yang masih reyot menopang
kedua anakku yang masih kecil-kecil
Tolong, aku minta bantuan
titip pesanku pada Romo Sindhu,
Adik terkecil bocah-bocah
bajang segera dilahirkan
Agar rumahku tidak banjir
darah lagi
Kawanku, bocah-bocah
bajang yang sedang menggiring angin
Terima kasih, saya mau
menyelesaikan tegukan terakhir
Dari botol topi miring
campur vodka ini
Biar bisa ketemu
anak-anakku sendiri
Yang kemarin pagi mati
over dosis!!
Tamansari suatu senja di awal Mei 2001
Mempermainkan imajinasi pembaca
dan “ending” puisi
Contoh :
KETIKA KANCING BAJU BAGIAN ATAS LEPAS
seorang siswi
terjaring tim kedisiplinan
gara-gara
kancing baju paling atas lepas,
dia harus
berhadapan dengan guru BK,
yang cantik
namun punya keahlian menyelidik
“jadi kamu
lupa mengancingkannya?”
--- ya, bu,
habis buru-buru sih, takut telat!---
“jadi, kamu
sering telat?”
---- ya,
sering bu, maklum rumah jauh pake bis!---
“sudah berapa
kali kamu telat?”
--- lupa, bu,
tuh ada di buku catatan pribadi!---
guru BK itu
melirik, sedikit menyelidik,
dimainkannya
bolpoint di tangan,
diputar-putar
sebentar, lalu matanya menghunjam,
“sama siapa
saja kamu telat!”
“terus kalau
telat kamu kasih obat apa!”
---
kadang-kadang sama teman, kakak juga pernah…..
ya, cuma berusaha bangun pagi-pagi,
Bu!---
“jadi belum
pernah diperiksakan ke dokter?”
---buat apa
Bu, paling-paling dokter bilang aku anemia,
lalu disuruh banyak istirahat, makan yang
banyak,
dan dia nulis resep, paling-paling vitamin
C dosis tinggi,
kalau nggak ya cuma B komplek.—
guru itu
dengan lekuk kecil di pipi kirinya, diam sesaat.
Janggutnya
manggut-manggut
“ anak ini
masih sangat polos!” katanya dalam hati.
“ Ya, sudah,
kembali ke kelas, lain kali jangan diulangi!”
--- jadi saya
tidak diskors, Bu?---
Gadis itu
berlari-lari kecil keluar dari ruang BK,
buru-buru ia
berlari masuk ke kelas,
maklum yang
ngajar adalah guru idolanya, masih muda lagi,
sambil
senyum-senyum dia lepaskan dua kancing bajunya,
dan sedikit
memelorotkan kaos dalamnya!
Awal April
2004
Menangkap peristiwa “sepele” di
sekitar kita
Contoh
:
SEHABIS
TERTANGKAP MAIN SMS
Bosen.gurunya
killer banget. Lu lagi ngapain?
Buru-buru
kubuka phonebook, pencet satriyo,
sent. HP
masuk laci lagi.
papan tulis
masih berisi sederetan
rumus-rumus
yang terlalu angkuh untuk kumengerti.
guruku
terlalu sibuk memamerkan keahliannya
menggarap
soal yang dibuatnya sendiri.
Mataku lolos
dari cengkeraman monster itu.
Mampir ke HP.
Ada balesan.
lagi main PS.
seru nih, sudah level tujuh belas.
mending lu
kabur aja!
Memangnya
kamu nggak masuk?
Buka
phonebook, pencet satriyo, sent.
Kuangkat
kepala. Kaget. Sang guru killer sudah
Tepat di
depanku. Hpku pindah tangan
“Pulang
sekolah ketemu saya!”
Dua minggu
kemudian, ada SMS masuk,
“Kamu ada acara
tidak nanti sore?”
Nggak pak.
Mau ngajak jalan ke mana lagi?
Buka
phonebook, pencet pak johan,
Sent.
Awal April
2004
IV. PROYEK PENCIPTAAN
PUISI
Kemampuan menulis puisi tidak dapat diperoleh hanya dengan sekali
menulis puisi kemudian dinilai oleh guru. Oleh sebab itu, proses penilaian KD
Menulis Puisi baru direncanakan sebagai berikut :
- Selama kurang lebih
12 kali setiap ada jam pelajaran Bahasa Indonesia, siswi diberi kesempatan
untuk mengumpulkan 2 (dua) judul puisi bebas. Jadi total kesempatan mengumpulkan
puisi adalah 24 judul puisi.
Catatan : kewajibannya adalah
menciptakan 7 puisi, kalau menginginkan hasil terbaik boleh terus berkarya
sehingga diperoleh 7 puisi terbaik dari seluruh puisi ciptaannya, jika cukup
puas dengan KKM tidak perlu mencipta puisi lagi, cukup 7 puisi.
- Puisi-puisi tersebut
(setiap kali dikumpulkan) akan secepatnya dinilai dan dikembalikan para
para siswi. Penilaiannya adalah A+ (10), A(9,5), A-(9), B+ (8,5), B(8),
B-(7,5), C+ (7), C(6,5), dan C-(6).
- Siswi menyimpan
sendiri puisi-puisi yang telah dinilai.
- Pada akhir program
(Akhir Oktober 2012) siswi mengumpulkan kembali 7 (tujuh) puisi terbaiknya
untuk dihitung nilai akhir dari KD Menulis Puisi. Misalnya 7 puisi
terbaiknya adalah 3 puisi A-, 1 puisi A+, 3 puisi B. Siswi tersebut akan
memperoleh nilai akhir = (3*9)+(1*10)+(3*8)/7 = 61/7= 87.
- Untuk program
pengembangan, setelah tujuh puisi dinilai, akan dibentuk kelompok dengan
anggota 6-7 orang dan akan mengemas puisi-puisi terbaik menjadi sebuah
buku kumpulan puisi dengan program office publisher.
Daftar Pustaka
Hartoko,
Dick. dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di
Dunia Sastra. Yogyakarta : Kanisius.
Ismail.
Taufiq. 2001. Modul Pegangan Peserta :
Penulisan Puisi. Jakarta : Dikdasmen.
Situmorang,
B.P. 1981. Puisi : Teori Apresiasi Bentuk
dan Struktur. Ende-Flores : Nusa Indah.
Subalidinata,
R.S. 1973. Sari Kesusasteraan Indonesia
Jilid 1 untuk Sekolah Lanjutan. Yogyakarta : U.P. Spring.
Tirtawirya,
Putu Arya. 1978. Apresiasi Puisi dan
Prosa. Ende-Flores : Nusa Indah.