“Yah.., nanti kita ke pasar malam ya!” Pernyataan itu spontan keluar dari mulut anakku. Bagiku pernyataan ini bukan yang pertama kali aku dengar. Sudah terlalu sering malah. Setiap kali aku menjemputnya terutama jika sedang hari Jumat, anakku selalu melontarkannya padaku. Bagiku pernyataan itu sudah layaknya sebuah salam pembuka saja setelah seharian kutinggalkan bekerja dari pagi hingga sore hari. Biasanya, aku pun lantas mengiyakan saja atas pernyataan tersebut. Seperti juga dengan sore ini.
“Iya.., iya…!”
“Emang Atha mau beli apa?” tanyaku sekedar menyelidik saja.
“Ada deh..!”
“Lho, kok ada deh..! Harus jelas donk Atha mau apa?”
“CD, yah..!” jawabnya dengan manja sambil ngelendot di pangkuanku.
“Bener, CD doank ya, jangan minta yang lain-lain..!”
“Iya-iya, Yah…!” giliran kini anakku yang mengiyakanku.
Aku tak lagi perlu bertanya lebih lanjut. Jika Atha sudah bilang demikian, memang yang dibelinya cuma CD saja, tidak yang lain-lainnya lagi. CD yang dibelinya pun pasti sekedar CD film anak-anak, Doraemon, Dora the Explorer, sampai ke Babby Bola, dan yang sejenisnya.
Jalan Adam. Sebuah jalan yang membelah lurus di tengah-tengah kampungku. Merupakan jalan pintas penghubung antara Jalan Kebayoran Lama Raya dengan Jalan Panjang. Dari mulai matahari terbit sampai kembali terbenam, jalan ini tak pernah sepi. Jalan yang tidak begitu lebar ini, setiap hari selalu dijadikan jalan pintas oleh para pengguna jalan baik dari arah Barat dari Jalan Panjang yang bertujuan ke Palmerah, Slipi, Kemanggisan dan sekitarnya. Sebaliknya, dari arah timur, dari Jalan Kebayoran Lama Raya menuju Kelapa Dua, Srengseng, Meruya dan sekitarnya.
Di jalan ini pula, jika hari Jumat malam Sabtu. Jika matahari sudah terbenam, atau ketika adzan mahgrib selesai berkumandang. Adalah suasana satu malam yang berbeda jauh dengan suasana enam malam yang lainnya. Malam ini Jalan Adam berubah menjadi pasar dadakan atau pasar kaget. Orang-orang di sini sering menyebutnya PM alias pasar malam. Di kiri-kanan jalan banyak lapak-lapak darurat pedagang kaki lima. Lapak-lapak itu diatapi deklit beraneka warna dengan penerangan sebuah bola lampu pada setiap lapaknya. Lampu-lampu saling terhubung dengan sebuah kabel yang membentang panjang dari Timur ke Barat, berkelok-kelok bagaikan jejaring laba-laba. Di dalam lapak tersebut, mereka para pedagang itu, menjajakan berbagai macam barang dagangan. Ada yang menjual peralatan rumah tangga, beraneka ragam barang keperluan rumah tangga, pakaian anak-anak sampai dewasa dan juga tua. Aneka mainan anak-anak dan macam-macam makanan kecil pun tersedia di sana.
Jika hari sedang tidak hujan, tempat ini selalu penuh dijejali oleh orang-orang untuk berbelanja murah, atau sekedar jalan-jalan saja. Hampir seisi kampung dari yang anak-anak, muda tua berjubel-jubel di sini. Saling berdesak-desakan bahkan bertabrakan berebut jalan. Pernah suatu ketika, seorang nenek tua terpaksa harus dievakuasi dari kerumunan orang-orang karena mendadak pingsan. Ketika yang lain, konon katanya, di tempat ini pula seorang anak kecil terpisah dari orang tuanya. Dua hari kemudian, si anak baru ditemukan nyasar di kampung sebelah.
Di depan seorang penjual CD dan VCD yang penuh dikerumuni pengunjung, aku bawa anakku. Kuarahkan dia ke tempat di mana CD dan VCD anak-anak dipajang. Kubiarkan dia memilih-milih sendiri apa yang dia mau. Ia bolak-balik tumpukan CD atau pun VCD kartun. Dia ambil kemudian letakkan lagi. Hal itu, ia lakukan berulang kali. Tidak biasa anakku berbuat demikian. Aku jadi penasaran, apa yang dia cari kali ini?
"Tha, Atha benernya mau nyari CD apa sih?" Anakku diam saja, tangannya masih terus membolak-balik tumpukan CD di depannya.
"Bukannya, Atha mau cari CD Spongebob Squarepant, Doraemon dan juga Dora The Explorare."
"Iya, Yah...!" "Tapi..."
"Tapi apa?" tanyaku dengan sedikit mendesak.
"Gini, Yah...! Di TV kemarin, Atha denger ada berita tentang Ariel dan Luna. Itu kan penyanyi duet khan, Yah? Pasti itu lagunya bagus. Atha masih inget, gimana waktu itu dengan pasangan duet Annang Shyahrini. Mereka khan bisa punya lagu bagus. Itu Yah, judulnya "Jangan Memilih Aku," anakku terdiam sejenak, kemudian lanjutnya," Pasti pasangan duet yang kali ini, lagunya lebih bagus ya, Yah!'" anakku diam lagi, seperti menunggu persetujuan dariku.
"Dik, kalo yang itu, Abang tidak jual..!" Spontan Si Abang penjual CD memotong pembicaraanku dengan anakku.
"Ariel dan Luna belum punya album lagu duet." tegas Si Abang.
"Kalau lagu-lagunya Ariel dengan Peterpennya, Abang ada nih..! Adik mau?" seraya tangannya mengambil seikit CD dan menyodorkannya ke anakku.
"Ya.., Udah deh, gak papa!" jawab anakku dengan sedikit kecewa. Kemudian diambilnya tiga buah VCD kartun, lalu diberikannya uang sepuluh ribu di tangan ke pada Si Abang penjual tersebut. Kutuntun anakku berjalan menjauh meninggalkan keramaian di pasar malam, malam itu. Kubawa dia pulang.
Di sepanjang jalan pulang, aku dan anakku lebih banyak diam. Nampaknya dia begitu senang dengan tiga buah CD di tangan. Masih teringat jelas di benakku, apa yang dimaksud anakku di depan Abang tukang CD tadi. Aku tahu, yang dia dengar tentang Ariel - Luna dari berita TV tersebut tak lain adalah skandal yang menimpa Ariel dan Luna belakangan ini. Begitu santernya berita itu, sampai-sampai anakku yang belum cukup umur pun mengetahui hal itu. Ataukah ini buah dari keteledoranku sselama ini, yang terlalu memberikan kebebasan kepada anakku untuk menghabiskan waktunya di depan TV tanpa pendampinganku? Hatiku terasa perih dan pedih seperti tersayat-sayat, kupeluk anakku erat-erat. Tanpa terasa tetes air mata mulai menggenang di kedua pelupuk mataku.
***