Showing posts with label Lembar guru. Show all posts
Showing posts with label Lembar guru. Show all posts

Friday 11 December 2015

Contoh Proposan Penelitian Tindakan Kelas

BAB I
PENDAHULUAN  

A.    Latar Belakang masalah

Komunikasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Dengan berkomunikasi seseorang dapat menyampaikan ide dan tujuannnya kepada orang dituju. Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan berbicara, gesture, gerakan mata maupun sentuhan. Dan salah satu cara berkomunikasi yang membedakan manusia  dengan makhluk yang lain adalah dengan cara berbicara.
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang utama dan yang pertama kali dipelajari oleh manusia dalam hidupnya sebelum mempelajari keterampilan berbahasa lainnya. Sejak seorang bayi lahir, ia sudah belajar menyuarakan lambang-lambang bunyi bicara melalui tangisan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Suara tangisan itu baru menandakan adanya potensi dasar kemampuan berbicara dari seorang anak yang perlu distimulisi dan dikembangkan lebih lanjut oleh lingkungannya melalui berbagai latihan dan pembelajaran. Orang akan merasa terusik jika anaknya lahir tanpa suara tangisan. Orang akan merasa lebih sedih lagi jika anaknya tumbuh dewasa tanpa memiliki kemampuan berbicara secara lisan.
Setiap manusia dituntut untuk terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula menyampaikan informasi-informasi yang diterimanya.
Keterampilan berbicara memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga,sekolah, maupun di tempat bekerja  dialog selalu terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak maupun antara kakak dengan adik. Di luar lingkungan sosial juga terjadi pembicaraan antara tetangga dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan kerja, teman perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di pertemuan-pertemuan, bahkan sering pula terjadi adu argumentasi dalam suatu forum. Semua situasi tersebut menuntut agar kita mampu dan terampil berbicara.
Keterampilan berbicara juga memiliki peran penting dalam pendidikan, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat luas. Proses transfer ilmu pengetahuan kepada subyek didik pada umumnya disampaikan secara lisan. Tata krama dalam pergaulan, nilai-nilai, norma-norma, dan adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat juga banyak diajarkan terlebih dahulu secara lisan. Hal ini berlaku dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Kemampuan berbicara sangat penting dalam kehidupan manusia karena sebagian besar aktivitas kehidupan manusia membutuhkan dukungan kemampuan berbicara.
“Keterampilan berbicara, terutama berbicara di depan banyak orang (public speaking) kini semakin penting. Tidak cuma untuk bisnis, tetapi juga untuk pendidikan, politisi dan di kalangan birokrasi,” demikian dikatakan oleh harian Kompas edisi online.  Ditandaskan pula oleh Charles Bonar Sirait, penulis buku The Power of Public Speaking: Kiat Sukses Berbicara di Depan Publik, “Saat ini public speaking sedang menjadi tren, mulai dari anak-anak sampai orang tua ingin mempelajarinya.”
Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berkedudukan sebagai komunikator sedangkan pendengar sebagai komunikan. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikannya dengan baik dan benar. Dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan.
Agar pembicaraan itu mencapai tujuan, pembicara harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Hal itu mengandung maksud bahwa pembicara harus memahami betul bagaimana cara berbicara yang runtut dan efektif sehingga orang lain (pendengar) dapat menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif pula.
Itulah sebabnya  dalam Kurikulum Pendidikan Nasional untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia sangat ditekankan pentingnya meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, runtut dan efektif, secara lisan maupun tulis. Karena hekekat belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.
Pembelajaran Bahasa Indonesia yang diberikan kepada siswa di sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak (dengan pemahaman), berbicara, membaca (dengan mengerti), dan menulis. Dari keempat macam keterampilan berbahasa itu guru melihat, mengalami dan merasakan adanya masalah pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas VII SMP NN pada semester I Tahun Pelajaran 2015/2016, terutama pada keterampilan berbicara runtut, baik dan benar. Meskipun guru telah berusaha keras untuk mengatasinya melalui pembelajaran standar dan dengan menerapkan bahan belajar serta media yang ada, namun tetap saja masalah belum teratasi.
Berdasarkan pengalaman empris di lapangan diketahui bahwa kemampuan berbicara siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. Hal itu terdeteksi pada saat siswa diminta oleh guru untuk menceritakan pengalaman pribadinya dengan bahasa yang runtut, baik, dan benar. Isi pembicaraan yang disampaikan oleh siswa tersebut berbelit-belit dan tidak terarah, tidak focus terhadap satu ide pokok saja. Selain itu siswa juga berbicara tersendat-sendat sehingga isi pembicaraan menjadi tidak jelas. Ada pula di antara siswa yang tidak mau berbicara di depan kelas karena takut atau kurang percaya diri.
Dari latar belakang permasalahan dan pemikiran tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa perlu segera dicarikan solusi alternatif sebagai upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Hal itu mengingat pentingnya kaitan antara keterampilan berbicara dengan keterampilan berbahasa lainnya. Selain itu,  keterampilan berbicara siswa di sekolah dasar merupakan tumpuan utama bagi pengembangan keterampilan berbicara tingkat lanjut pada jenjang sekolah yang lebih tinggi maupun sebagai bekal kehidupan siswa kelak di tengah masyarakat.
Adapun alternatif pemecahan masalah yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan berbicara secara runtut pada siswa Kelas VII SMP NN Jakarta, dengan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) melalui penerapan metode Kultum ( Kuliah Tujuh Menit) atau memberikan ceramah secara singkat pada saat sholat dzuhur berjamaah. Dipilihnya metode ini karena dipandang mampu mengajak siswa untuk berbicara. Dengan metode Kultum yang melakukan ceramah di depan siswa-siswi yang lain pada saat sholat dzuhur berjamaah , siswa termotivasi untuk berbicara di depan kelas. Siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Di samping itu, diharapkan pula agar siswa mempunyai keberanian dalam berkomunikasi.
Dari semua yang telah terurai dapatlah kiranya dirumuskan formulasi judul penelitian tindakan ini sebagai berikut: “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara secara Runtut, Baik dan Benar melalui Penerapan Metode Kultum pada siswa kelas VII SMP NN Jakarta  pada Tahun 2015/2016.”
B.     Perumusan Masalah 
               Masalah utama yang ingin dicarikan pemecahannya melalui penelitian tindakan  kelas ini  adalah:
  1. Apakah pembelajaran Bahasa Indonesia dengan metode kultum dapat meningkatkan aktivitas berbicara secara runtut, baik dan benar pada siswa kelas VII SMP NN Jakarta Tahun Pelajaran 2015/2016?
  2. Apakah pembelajaran Bahasa Indonesia dengan metode kultum dapat meningkatkan kemampuan berbicara secara runtut, baik dan benar pada siswa kelas VII SMP NN Jakarta  Tahun Pelajaran 2015/2016?
  3. Apakah pembelajaran Bahasa Indonesia dengan metode kultum dapat meningkatkan kemampuan berbicara secara runtut, baik dan benar pada siswa kelas VII SMP NN Jakarta Tahun Pelajaran 2015/2016?
C.     Batasan Masalah 
       Agar kajian permasalaha terarah, maka perlu ditetapkan batasan-batasan sebagai berikut: 
  1. Ruang lingkup kajian dari segi bidang studi hanya difokuskan pada pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII semester I Tahun Pelajaran 2015/2016, khususnya  pada aspek                     berbicara  yang berhubungan dengan  materi atau Kompetensi Dasar (KD): “ Bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gesture dan  mimic yang tepat.
  2. Subyek penelitian hanya terbatas pada siswa Kelas VII SMP NN Jakarta.
  3. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan secara individu oleh guru bidang studi yang bersangkutan.
  4. Instrumen penelitian yang digunakan merupakan hasil buatan sendiri dari guru yang sekaligus peneliti.
  5. Keterampilan berbicara dimaksudkan dalam penelitian tindakan ini terutama adalah kemampuan berbicara lisan di depan kelas dengan kalimat yang runtut serta dengan bahasa yang baik dan benar dalam kaitannya dengan proses pembelajaran. Jadi tidak menjangkau segala bentuk keterampilan berbicara.
  6. Prestasi belajar dimaksudkan dalam penelitian ini dibatasi pada hasil penilaian atas kemampuan atau keterampilan berbahasa dari siswa yang berhubungan dengan aspek berbicara. Jadi, prestasi belajar yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa lainnya seperti menyimak, membaca dan menulis tidak termasuk dalam jangkauan penelitian tindakan ini.
D.    Tujuan Penelitian Tindakan 
     Tujuan penelitian tindakan kelas ini tidak lain adalah:   
  1.      Mengetahui ada atau tidaknya peningkatan aktivitas belajar siswa Kelas VII SMP NN Jakarta Tahun Pelajaran 2015/2016 dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui penerapan metode kultum 
  2.      Mengetahui ada atau tidaknya peningkatan keterampilan berbicara secara runtut, baik dan benar pada siswa Kelas VII SMP NN Jakarta Tahun Pelajaran 2015/2016 dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui penerapan metode kultum
  3.      Mengetahui ada atau tidaknya peningkatan prestasi belajar siswa Kelas VII SMP NN Jakarta  Tahun Pelajaran 2015/2016 dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui penerapan metode kultum.
E.     Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan bisa bermanfaat:
  1.  Bagi siswa; sebagai wujud pengalaman belajar yang berpusat pada subyek didik, dirasakan menyenangkan, bisa memacu aktivitas belajar, meningkatkan keterampilan berbicara secara runtut, baik dan benar dan juga bisa meningkatkan prestasi belajar mereka.
  2. Bagi guru yang bersangkutan dan teman sejawat; hasil penelitian tindakan ini setidaknya bisa mendorong semangat untuk lebih meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru
  3. Bagi sekolah; hasil penelitian ini setidaknya bisa dijadikan sebagai referensi untuk menambah dan memperkaya khazanah kepustakaan sekolah.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. KAJIAN PUSTAKA 
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas ( Class Action Research), berupa penerapan metode kultum dalam proses keterampilan berbahasa di kelas. Kajian teori yang akan dibahas meliputi pembelajaran berbicara dan kultum ( kuliah tujuh menit) atau ceramah singkat   yang dilakukan siswa pada saat setelah sholat dzuhur berjamaah pada siswa kelas VII SMP NN Jakarta  Tahun pelajaran 2015/2016.
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional (Pasal 33 ayat 1). Hal itu menunjukkan betapa penting dan strategisnya kedudukan bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan nasional dan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Karena itu tidak berlebihan jika kemudian ditegaskan lebih lanjut dalam undang-undang tersebut bahwa Bahasa Indonesia wajib dimuat (dan tentu saja wajib pula diajarkan) dalam kurikulum pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi (Pasal 37 ayat 1 dan 2).
Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mulai diberlakukan sejak tahun 2006 berdasarkan Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Pembelajaran Bahasa Indonesia menekankan pentingnya penguasaan 4 (empat) macam keterampilan  dasar berbahasa oleh subyek didik yang meliputi:  keterampilan berbicara, menyimak atau mendengarkan (dengan pemahaman), membaca (dengan pemahaman) dan keterampilan menulis. Keempat macam keterampilan dasar berbahasa tersebut memiliki keterkaitan fungsional satu sama lain.
Namun demikian, tanpa mengabaikan keterampilan berbahasa yang lainnya, keterampilan berbicara dipandang memiliki peranan sentral dalam tujuan pembelajaran bahasa, karena hakekat belajar bahasa adalah belajar komunikasi, terutama komunikasi lisan. Demikian pula dengan hakikat pembelajaran bahasa Indonesia. Hakikat pembelajaran Bahasa Indonesia ialah peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar secara lisan dan tulisan. Keterampilan berbicara bisa menunjang keterampilan bahasa lainnya. Keterampilan berbicara juga sering dipandang sebagai tolak ukur utama untuk menilai keberhasilan dalam pembelajaran bahasa.
 Keterampilan Berbicara
Kemampuan berbicara sangat penting dalam kehidupan manusia karena sebagian besar aktivitas kehidupan manusia membutuhkan dukungan kemampuan berbicara. Kemampuan berbicara telah diajarkan sejak siswa duduk di sekolah dasar melalui pembelajaran keterampilan berbicara. Ketika siswa duduk di kelas VII sekolah menengah dan seterusnya, seharusnya siswa telah terampil berbicara.
Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berdudukan sebagai komunikator sedangkan pendengar sebagai komunikan. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikannya dengan baik dan benar. Dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan.
Agar pembicaraan itu mencapai tujuan, pembicara harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Hal ini bermakna bahwa pembicara harus memahami betul bagaimana cara berbicara yang efektif sehingga orang lain (pendengar) dapat menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif pula.
Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh.
Moris dalam Novia (2002) menyatakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial. Selanjutnya Wilkin dalam Oktarina (2002) menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda.
Menurut Nuraeni (2002), “Berbicara adalah proses penyampaian informasi dari pembicara kepada pendengar dengan tujuan terjadi perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pendengar sebagai akibat dari informasi yang diterimanya.”.
Selanjutnya Dr. Tri Budhi Sastrio, M.Si dalam tulisannya yang berkepala: Keterampilan Dasar Berbahasa Antara Harapan dan Realita menyatakan sebagai berikut: 

Berbicara satu sama lain, yang adalah salah satu bentuk komunikasi paling mudah yang dapat dilakukan oleh manusia melalui media bahasa, menurut Brown dan Yule (1983) seperti yang dikutip oleh Nunan (1989: 27) ternyata menimbulkan implikasi pembagian fungsi bahasa ke dalam 2 (dua) kategori yaitu (1) kategori fungsi transaksional; dan (2) kategori fungsi interaksional. Fungsi transaksional mementingkan transfer informasi sedangkan fungsi interaksional  mementingkan fakta bahwa kegunaan utama ujaran adalah mempertahankan hubungan sosial.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan salah satu keterampilan dasar berbahasa yang diperoleh melalui belajar dan latihan dalam jangka waktu lama dan  berfungsi sebagai sarana komunikasi lisan.
Berdasarkan kegiatan komunikasi lisan, cakupan kegiatan berbicara sangat luas. Daerah cakupan itu membentang dari komunikasi lisan yang bersifat informal sampai kegiatan komunikasi lisan yang bersifat formal. Semua kegiatan komunikasi lisan yang melibatkan pembicara dan pendengar termasuk daerah cakupan berbicara.
 Aktivitas Belajar Siswa
            Aktivitas belajar siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.   Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pembelajaran. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif, karena siswa lebih berperan dan lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan belajar mengajar. 
            Indikator aktivitas siswa dapat dilihat dari: pertama, mayoritas siswa beraktivitas dalam pembelajaran ; kedua, aktivitas pembelajaran didominasi oleh kegiatan siswa;  ketiga, mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru dalam kegiatan pembelajaran.
            Dengan mengutip pemikiran Gibbs, E. Mulyasa (2003) mengemukakan hal-hal yang perlu dilakukan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajarnya, adalah:
1.      Dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut;
2.      Memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah;
3.      Melibatkan siswa dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya;
4.      Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter;
5.      Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Prestasi Belajar  
Istilah prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan hasil belajar. Sebenarnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian  prestasi belajar sama dengan hasil belajar. Akan tetapi ada pula yang mengatakan bahwa hasil  belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan prestasi belajar diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Sedangkan menurut Nana Sudjana, hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan.
S.Nasution berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif.  Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Cullen, 2003 dalam Fathul Himam, 2004). Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (Sub sumatif), dan nilai ulangan semester ( sumatif ).
Nawawi (1981:100) mengemukakan pengertian hasil belajar sebagai keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Selanjutnya perlu dikemukakan di sini, bahwa hasil belajar (baca, prestasi belajar) merupakan hasil dari proses yang kompleks. Hal itu disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi hasil atau prestasi belajar. Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil atau prestasi belajar itu dapat dibedakan atas dua macam, yaitu faktor dari dalam diri individu (baca, subyek didik) atau disebut faktor internal, dan faktor dari luar diri subyek didik, atau disebut faktor eksternal. Baik buruknya kualitas kedua faktor ini akan banyak berpengaruh terhadap baik buruknya hasil atau prestasi belajar. Semakin baik kondisi atau kualitas kedua faktor tersebut dimiliki oleh subyek didik, maka cenderung semakin baik hasil atau prestasi belajar yang bisa dicapai. Demikian pula sebaliknya, semakin buruk kondisi atau kualitas kedua faktor dimaksud, maka cenderung semakin buruk pula hasil atau prestasi belajar yang dicapai.
Adapun faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: faktor fisiologi, seperti kondisi fisik dan kondisi indera, faktor psikologi, meliputi bakat, minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar adalah: lingkungan, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan alam, faktor Instrumental, seperti kurikulum, bahan pengajaran, sarana dan fasilitas.

KULIAH TUJUH MENIT ( KULTUM)
Penggunaan istilah Kultum atau kuliah Tujuh menit belum disahkan oleh KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia), akan tetapi istilah ini banyak digunakan dalam masyarakat umum, seperti kuliah subuh maupun kuliah tujuh menit. Akan tetapi pada dasarnya kultum atau kuliah tujuh menit memiliki kesamaan dengan pidato atau ceramah, hanya saja dilakukan dalam waktu yang singkat atau terbatas, sekitar hanya tujuh menit saja.
Dalam pemetaan di bawah ini tergambar bahwa kulih tujuh menit merupakan bagian dari ceramah dan memiliki kesamaan bentuk dalam penyampaiannya, hanya saja memiliki perbedaan dalam waktu penyajiannnya.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan dalam sebuah situs  Orasi atau pidato dan ceramah sudah diakui sebagai” bahasa Indonesia resmi” dalam KBBI. Tausiah atau taushiyah belum ada dalam KBBI. Demikian juga dengan kultum. ( www. Romeltea.com)
Jadi kultum atau kuliah tujuh menit memiliki kesamaan arti dengan ceramah atau berceramah, yaitu memberikan uraian tentang suatu hal ( pengetahuan umum, keagamaan dan sebagainya) kegiatan dalam kultumpun memiliki kesamaan dengan ceramah atau pidato
B. KERANGKA BERFIKIR
Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki empat keterampilan ( menyimak, berbicara, membaca dan menulis) yang sangat dibutuhkan untuk mengembangken kemampuan siswa dalm berkomunikasi dengan berbagai pihak dalam kehidupannya nanti.
Terutama keterampilan berbicara, keterampilan yang dapat membuatnya mampu memiliki keberanian untuk menyampaikan kemampuan, pola pikir dan ide-ide yang ia miliki kepada orang lain agar ia dapat memiliki keberhasilan dalam aktivitasnya dalam belajar sehingga dapat menghasilkan prestasi yang baik, yang dapat menjadi motivasinya agar menjadi lebih baik lagi.
Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilannya dalam berbicara adalah dengan mengikuti rutinitas melakukan kultum ( kuliah tujuh menit) atau pemberian ceramah yang berisi pengetahuan, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan yang berhubungan dengan bidang keagamaan yang diberikan kepada siswa yang berada dalam jamaah seusai sholat dzuhur berjamaah.
Dengan kultum yang dilakukan secara rutin dan berkelanjutan siswa dapat berlatih untuk mengembangkan keberaniannya untuk tampil dan kemampuannya menguasai materi yang akan disampaikan dalam kultum.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK. Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang dilakukan terhadap subyek penelitian di kelas tersebut.
Menurut DR.Sulipan,M.Pd, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online  berjudul ”Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)”, pertama kali penelitian tindakan kelas diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan menjadi  salah satu model penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti melakukan pekerjaannya, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu contoh pekerjaan utama dalam bidang pendidikan adalah mengajar di kelas, menangani bimbingan dan konseling, dan mengelola sekolah.  Dengan demikian para guru atau kepala sekolah dapat melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain seperti para peneliti konvensional pada umumnya. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu tidak lain adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi, mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
      B. Jadwal penelitian 
          Adapun waktu pelaksanaan penelitian tindakan ini adalah pada semester I Tahun Pelajaran               2015/2016. Penelitian berlangsung selama kurun waktu tiga bulan terhitung sejak pertengahan bulan Oktober sampai dengan pertengahan bulan Desember 2015, yang mencakup tiga tahapan kegiatan secara garis besar, yaitu tahap persiapan selama satu minggu, tahap pelaksanaan penelitian selama 10 (sepuluh) minggu dan tahap penulisan laporan selama satu  minggu.
      C. Rancangan Prosedur PTK Pemecahan Masalah
Ada banyak model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi secara garis besar suatu penelitian tindakan lazimnya memiliki 4 (empat) tahapan yang harus dilalui, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi.
Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi empat tahapan, yaitu tahap perencanaan,  pelaksanaan, observasi dan tahap refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK. Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang dilakukan terhadap subyek penelitian di kelas tersebut.
Menurut DR.Sulipan,M.Pd, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online berjudul ”Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)”, pertama kali penelitian tindakan kelas diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan menjadi  salah satu model penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti melakukan pekerjaannya, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu contoh pekerjaan utama dalam bidang pendidikan adalah mengajar di kelas, menangani bimbingan dan konseling, dan mengelola sekolah.  Dengan demikian para guru atau kepala sekolah dapat melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain seperti para peneliti konvensional pada umumnya. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu tidak lain adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi, mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:82), penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan  pada masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi  antara peneliti dengan anggota  kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahana masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi  dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.
Menurut Sukidin, dkk (2002:54), ada 4 (empat) macam bentuk penelitian tindakan kelas, yaitu : (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaborasi, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental. Keempat bentuk penelitian tindakan itu ada persamaan dan perbedaannya.
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian tindakan guru sebagai peneliti, dimana guru terlibat langsung secara penuh dalam proses pelaksanaan penelitian, mulai dari tahap menyusun perencanaan, melakukan tindakan, melakukan observasi  dan tahap refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini, kalaupun ada,  peranannya  sangat kecil dan tidak dominan. Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.
dihentikan jika dirasa sudah cukup memenuhi kebutuhan dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih,  yaitu penelitian tindakan kelas, maka penelitian ini menggunakan model penelitian  tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
1.       Tahap Planning ( perencanaan )
Pada tahap ini peneliti mengembangkan program sekolah, yaitu program kultum yang dilakukan seusai sholat dzuhur berjamaah di SMP NN, dengan cara membuat jadwal/ waktu setiap  siswa kelas VII untuk menyampaikan kultum sesuai tema yang sudah ditentukan sebelumnya.
2.      Tahap Action ( tindakan )
Pada tahap ini penulis mulai melakukannya tugasnya untuk secara terus menerus sesuai jadwal yang telah ditentukan mengawasi pelaksanaan kultum setiap setelah sholat dzuhur di SMP NN.
3.      Tahap Observasi ( Pengamatan)
Pada tahap ini penulis melakukan penilaian dan perkembangan terhadap keruntutan, baik dan benar bahasa yang digunakan siwa dalam menyampaikan kultumnya dengan membuat format penilaian beberapa kali agar dapat mengetahui perkembangan siswa.
4.      Tahap Reflection ( refleksi)
Pada tahap ini penulis melakukan analisis dari hasil pengamatan dalam lembar penilaian yang telah dibuat sebelumnya untuk mengetahui hasil yang diperoleh siswa.