Gambar 2
Kembali Tim Futsal Tarki 2 menimang piala juara 3 dari ajang SMA Tarki 2 Cup tahun 2015. ini adalah prestasi kedua Tim Futsal Tarki 2 setelah sebelumnya pada bulan Oktober kemarin juga memperoleh juara ke-3 di ajang Tarlim Cup 2015.
Gambar 3
Tinggal selangkah lagi. Bisa jadi beginilah kata-kata yang tak sempat terucap namun melekat kuat di benak anak-anak Tim Futsaal Putri SMP kita. Setelah hampir satu pekan berlaga tanding di ajang P 6 CUP Penabur musim CUP tahun ini, Tim Putri Tarki memastikan diri melangkah di putaran final.
Gambar 4
Mendengar istrumen gamelan jawa barangkali bayangan yang muncul di benak Anda adalah suara musik yang ditimbulkan dari seperangkat alat musik gamelan yang berjumlah besar dan dimainkan atau ditabuh oleh banyak orang. Dalam menabuh gamelan tersebut, sebagian penabuh dalam posisi duduk bersila dengan mengenakan pakaian tradisional dan dilengkapi berbagai asesoris. Begitulah visualisasi sebenarnya terkait dengan instrumen gamelan Jawa.
Thursday, 3 May 2012
Friday, 28 October 2011
Hari ini adalah hari ketiga dari rangkaian kegiatan yang dilakukan selama tujuh hari. Seperti tahun-tahun sebelumnya, dalam acara yang demikian aku tidak mempunyai banyak andil. Karena memang aku tak pernah mendapatkan kesempatan untuk terlibat di dalamnya. Itu tak jadi soal bagiku. Sebab pada dasarnya aku adalah orang yang paling tidak bisa menikmati acara-acara yang bersifat ceremonial dan terkesan berhura-hura. Aku tak bisa larut di dalam hingar-bingar acara yang begitu. Aku lebih memilih sibuk dengan diriku sendiri, dengan seabrek pekerjaan pribadiku yang memang masih menumpuk. Di ruang kerja yang kali ini tidak dipenuhi orang-orang aku asyik dengan sebuah komputer, membuka-buka situs wibe siteku.
Di tempat yang agak jauh dari posisi dudukku. Di sudut ruangan ini. Kulihat seorang teman yang juga sedang duduk sendiri di meja kerjanya. Ia tampak asyik dengan sebuah handphone di tangan. Jari-jemarinya nampak lincah menari-nari di atas huruf dan angka dan tanda baca pada panel handphone itu. Mungkin sedang bermain game atau chating aku tak tahu pasti. Sesekali kudengar dia berbicara dan tertawa juga tersenyum ringan. Pasti dia sedang terima telepon, pikirku. Sudah satu jam lebih dia duduk di situ. Itu berarti, sudah lebih satu jam juga aku diam-diam memperhatikannya. Seperti tak ada sedikitpun aktivitasnya yang luput dari perhatianku.
Sebuah setelan blazer berwarna hijau kebiruan ia kenakan pagi ini. Sebuah pilihan warna yang menurutku sangat serasi sekali dengan warna kulitnya yang kuning sawo matang. Begitu orang Jawa bilang. Dengan corak pakaian seperti itu, penampilannya terlihat begitu rapi dan perfec sekali. Seperti layaknya pegawai kantoran saja. Belakangan memang kulihat ia lebih sering mengenakan jenis pakaian demikian. Ketika lain kulihat dia mengenakan blazer dengan pilihan warna cokelat muda maupun cokelat tua. Menurutku corak-corak warna itu memang pas untuk dia pilih. Ditopang dengan ukuran yang pas melekat di badan, nyatanya setelan blazer itu benar-benar membuat penampilannya begitu sempurna. Wajar saja bila kemudian di lingkungan kerjaku terutama di kalangan anak-anak didikku menyebutnya sebagai sosok yang berpenampilan paling rapi. Itu sering tanpa sengaja aku dengar jadi perbincangan di kalangan anak didikku.
Siang merangkak perlahan. Matahari tak lagi terik. Perlahan deru pesta menghilang. Orang-orang satu-satu berjalan pulang. Kutersentak dari lamunan. Kumatikan PC di depanku yang sedari tadi kubiarkan saja menyala. Kuambil tas kerjaku dan kuberjalan pulang. Kini dia seorang diri di dalam ruangan. Di halaman kantor depan, kulihat sebuah mobil Kijang Inova biru seri terbaru. Di dalamnya laki-laki setengah usia. Wajahnya tampan dan perkasa. Dialah Rama kekasih hati Dewi Shinta bisikku dalam hati.
Friday, 14 October 2011
"Hiiiihhhhhhhhhhhh...!" Suara itu muncul dari mulutnya. Tampak deretan gigi yang berjajar manis di sisi atas dan bawah itu saling bertemu seperti terkatup kuat-kuat. Sementara tangannya terkepal seperti hendak meninju. Tak ada yang dia tinju. Hanya angin kosong di depan muka yang ia tinju. Dia memang begitu. Ekspresi itu sering ia lakukan. Terlebih jika sedang bermasalah besar. Tapi jangan salah, bila ia berekspresi begitu, itu artinya emosi dan kemarahan telah sepenuhnya dalam kendalinya. Bila sudah demikian, aku biasa mulai mendekatnya, sekedar tahu apa yang terjadi. Sok pura-pura ingin tahu, begitu tepatnya.
"Ada apa.., kok sewot banget?" tanyaku seperti mau menyelidik.
"Tahu enggak, sebel banget gua tuh sama si BB-nya." dia mulai buka suara.
"Lha,.. Emang kenapa lagi?"
"Gak tau tuh, maunya apa tuh orang. Masak ngomong kok mencla-mencle. Esok dele sore tempe. Kemarin bilang apa-sekarang ngomong apa. Mau nyari senengnya sendiri kali. Masa jadual sudah jadi dan disepakati bareng masih saja mau diunggreh-unggreh sesuka dia. Dia pikir apaan kita? Dia gak punya tanggungan, lha kita?" sejenak dia terdiam, ditariknya nafas perlahan.
"Pasti trus perang mulut ya?"
"Pastilah."
"Tapi, pasti kamu yang menang khan?"
"Ya, iyalah."
Meski tak jelas dia bercerita tentang duduk persoalannya, tapi buatku itu cukup jelas. Bahkan sangat jelas. Benar juga dugaanku. Dia baru saja berselisih faham dengan si big bos. Pasti seputar acara yang akan kami lakukan kali ini. Ada perbedaan jadual pulang antara dia dan bos rupanya. Aku tak mau terlalu jauh masuk ke urusan itu. Yang aku tahu, dalam persilangan pendapat itu dia tampil sebagai pemenang.
Di mataku dia adalah seorang teman yang secara fisik termasuk beruntung. Tubuhnya tidak kurus dan juga tidak gemuk. Tidak tinggi tapi tidak juga pendek. Posturnya sedang. Sebuah postur yang ideal untuk ukuran tubuh wanita timur. Itulah kelebihan yang aku lihat pada dirinya. Wajahnya cantik, bulat telor dengan kulit kuning langsat. Tampak serasi sekali dengan dandanan rambut yang hitam panjang berombak itu. Penampilannya sederhana tapi bersahaja. Dia ramah, luwes dan supel dalam bergaul. Banyak teman yang merasa senang berteman dengannya.
Tapi siapa sangka, di balik penampilannya yang begitu lembut dan sederhana itu, tersimpan sebuah kemauan yang kuat. Kuat dalam berprinsip dan berpendirian. Lebih-lebih jika ia punya keyakinan akan sesuatu yang menurutnya adalah benar. Ia gigih dalam memegang kebenaran. Tak pantang menyerah demi memperjuangkan yang benar itu. Maka, tak jarang konflik kecil sampai ke yang besar sering terjadi antara dia dengan pihak lain yang berseberangan. Tentang resiko, atau akibat dari keberaniannya bersikap sepertinya tak ia hiraukan, tak diambilnya pusing.
Kali ini dia berjalan pelan, tampak di bibir tersungging senyum yang begitu manis. Membuat wajahnya semakin begitu manis. Dia tersenyum ceria, terpancar sinar kemenangan dari kedua bola matanya. Kucegat dia. Kujabat tangannya. Kemudian kuacungkan kedua jempol tanganku. "Kau hebat...!" Diam-diam aku mengaguminya.
Wednesday, 12 October 2011
Berlatih bersama Tim SMA |
Tim Putri Tarki |
Monday, 10 October 2011
Bassia Putri |